UKM Litbang, Lebih dari Sekadar Organisasi Bagian 2


Bus menghentikan laju di depan pintu masuk perusahaan. Kala itu, gelap telah menelan sebagian besar cakrawala. Syukurlah, pihak perusahaan menolerir keterlambatan kami. Acara berjalan sebagaimana terjadwal. Satu-satunya hal yang memenuhi pikiran saya ketika itu adalah bagaimana perjalanan pulang nantinya? Pukul berapa kami akan tiba nanti?

Jarum pendek mendekati angka tujuh tatkala kami berpamitan dan menyampaikan banyak terima kasih kepada pihak perusahaan atas kemafhuman akan kondisi kami. Layar ponsel berhias estimasi waktu perjalanan dari Google maps kembali menjadi pusat perhatian saya selama perjalanan pulang. Dengan dirundung banyak ketidaktenangan, saya tetap berusaha terlihat tenang dan menenangkan teman-teman panitia lainnya. Begitulah memang seharusnya, menurut saya. Jam digital di ponsel saya tiba di angka 23.02 ketika bus hampir sampai di depan gedung kampus. Hampir tengah malam. Seraya menyiapkan permintaan maaf kepada seluruh peserta, saya menyadari bahwa sekarang ini saya tidak dapat bergantung kepada para senior lagi seperti tahun-tahun sebelumnya. Kini, saya lah yang menjadi tembok bagi teman-teman panitia dan merupakan orang nomor satu yang bertanggung jawab atas segala ketidaklancaran acara. Bergegas saya berjalan menuju tempat duduk paling depan. Sembari meminta pusat perhatian, saya berterima kasih sekaligus meminta maaf atas hal-hal yang telah terjadi di luar kuasa kami pada hari itu. Walaupun saya tahu, permintaan maaf tersebut rasanya tidak banyak berarti bagi para peserta yang terlanjur kecewa, setidaknya saya mengakui dan berusaha menjelaskan. Syukurlah, kami tiba di kampus dengan selamat. Para peserta pulang ke rumah masing-masing, begitupun kami, para panitia.

Menuju akhir tahun, kami kembali mengadakan acara kedua. Sebuah lomba debat yang menargetkan pesertanya kepada para pelajar SMA. Undangan dan proposal telah selesai dibuat dan siap disebar ke seluruh SMA di sekitar Jabotabek, dengan harapan dapat memenuhi kuota peserta sebanyak delapan tim. Namun, apa mau dikata, hanya tersisa waktu seminggu sebelum acara dimulai, namun kuota peserta tak kunjung terisi barang satu tim pun. Masalah tersebut cukup membuat saya dan teman-teman harus memutar otak untuk mengatasinya. Pilihannya hanya tiga: batalkan, tunda, atau meningkatkan promosi di waktu yang tersisa. Membatalkan acara tentu saja pilihan yang sangat berisiko, selain mencoreng reputasi UKM, tentu saja hal tersebut akan menjadi buah bibir. Pun menunda acara juga merupakan pilihan yang berisiko jika tidak diiringi dengan bertambahnya jumlah tim yang mendaftar. Meningkatkan promosi merupakan pilihan kami pada akhirnya, kerja keras teman-teman panitia tentu harus dihargai dengan berhasilnya acara yang mereka persiapkan. Perlahan namun pasti, usaha kami membuahkan hasil, satu per satu tim mulai mengisi kuota yang tersedia setelah kami menerapkan strategi yang telah disepakati bersama.

Satu minggu berlalu bagai peluru, pada 30 November 2019, acara telah siap dilaksanakan. Matahari yang perlahan meninggi turut mengiringi langkah para kesatria berbaju zirah khas SMA mereka masing-masing.

--Bersambung--

UKM Litbang, Lebih dari Sekadar Organisasi


Perjalanan dimulai tatkala meninggalkan kampung halaman saya, Jambi.
Selama kurang lebih empat belas tahun mengisi masa kecil di provinsi yang terletak di Pulau Sumatera tersebut, saya memutuskan untuk bertandang ke pulau seberang, Jawa, DKI Jakarta tepatnya.

Saya, yang sejak SMA memang menggilai berorganisasi pun berencana mengikuti organisasi ketika mengenyam pendidikan di perguruan tinggi kelak. UKM Litbang kemudian menjadi pelabuhan tempat saya menaruh jangkar selanjutnya. Dengan didasari rasa penasaran   pada UKM dan kakak cantik yang menawari saya   akhirnya saya mengikuti proses wawancara dengan para petinggi di UKM tersebut.

Singkatnya, wawancara dapat saya lewati dengan baik. Tebak apa?
Saya diterima!
Mendapat relasi baru merupakan salah satu hal yang menjadi tujuan saya. Namun, perbedaan kultur pergaulan membuat saya menjadi sulit beradaptasi. Pun sifat pemalu saya menjadi duet yang tepat sebagai komplemen. Sial.

Staf divisi adalah posisi yang saya duduki tatkala saya berada di tahun pertama. Dikepalai oleh seorang kepala divisi yang kritis membuat banyak ide-ide yang saya tawarkan, dipentalkan kembali    yang pada akhirnya membuat saya enggan menyatakan pendapat lagi. Sang kepala divisi mungkin menyadari hal tersebut dan syahdan mengeluarkan pernyataan berupa, "tidak semua ide dan pikiran kalian dapat saya terima, saya perlu memilah ide-ide yang realistis dan dapat diwujudkan. Tolong hal tersebut jangan membuat kalian berkecil hati dan jadi enggan memberi ide lagi." Kelak,  saat menduduki posisi yang lebih tinggi   saya mengerti maksud kalimat tersebut.

Pengalaman yang saya dapat di tahun pertama menjadikan saya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan di tahun kedua. Diplot menjadi kepala divisi membuat saya akhirnya mengerti betapa sulitnya menampung ide-ide anggota yang terlampau "kreatif" dan menjelaskan dengan sehalus mungkin tanpa mengecilkan hati mereka. Oh ya, di tahun kedua kali ini, saya sudah lebih terbiasa untuk beradaptasi. 

Menjadi tim inti di dalam suatu organisasi memang memiliki kelebihan dan kelemahannya masing-masing. Semakin tinggi hak yang didapat, semakin tinggi pula kewajiban harus dilaksanakan. Di tahun kedua, saya benar-benar merasakan apa yang dinamakan "menanggung kesalahan bersama-sama".

Sempat terbesit di kotak pikiran saya, perihal naik menjadi ketua di tahun ketiga saya nanti. Ah, yang benar saja. Saya belum cukup memadai dibanding kedua ketua sebelumnya. Saya urungkan niat tersebut. Di penghujung kepengurusan, seorang kawan meyakinkan saya. Bahwa saya adalah saya. Setiap orang punya gaya kepemimpinan dan caranya sendiri.

Dan, ya, nama lengkap saya pun pada akhirnya menghiasi setiap surat dan proposal di UKM Litbang pada tahun ketiga. Mengepalai banyak anggota merupakan hal yang telah saya lakukan semasa SMA, Ketua OSIS kala itu. Namun, sekarang sedikit berbeda. Bagi saya, cakupannya menjadi lebih besar. Tekanan dari atas dan bawah sukses membuat tidur saya menjadi semakin larut di masa-masa awal mempersiapkan acara tahunan untuk menyambut anggota baru. Syukurlah, saya memiliki seorang wakil kepala yang teramat sangat membantu saya. Saya tidak salah pilih.

Tekanan dan masalah tidak hanya muncul sekali saja. Tatkala mempersiapkan rapat program kerja untuk kedepannya, pun sang masalah turut hadir. Syukurlah, sekali lagi saya memiliki tim inti yang membantu saya dengan baik. Rapat kerja berakhir. berbagai acara dan program kerja yang telah kami rancang sedemikian rupa telah siap dijalankan.

Acara pertama, kunjungan perusahaan yang berlokasi di Sukabumi   cukup jauh dari lokasi kami. Segala sesuatu telah siap dieksekusi. Dikarenakan belum pernah menempuh perjalanan langsung menuju Sukabumi, saya mengiyakan waktu perjalanan yang dijadwalkan selama dua jam   dengan berbekal penghitung durasi di aplikasi Google maps. Matahari telah berada di atas kepala ketika kami berangkat menuju Sukabumi. Perlahan bus yang kami tunggangi pun melaju membelah angin.

Hujan mulai menyapu jalanan saat kami tiba di setengah perjalanan, ramainya pasar dan banyaknya truk-truk pengangkut galon air mineral pun turut menghambat laju kami. Menilik layar ponsel menjadi hal yang terus saya lakukan. Estimasi waktu yang tertera di Google maps menunjukkan sekitar satu jam lagi bus akan tiba di tujuan. Syukurlah! Namun, kenyataan berkata lain. Setelah lewat satu jam, bus tak kunjung tiba, masih berkutat di tengah hiruk pikuk ratusan kendaraan yang turut memenuhi jalan. Hal tersebut sukses menghilangkan mood saya. Seraya setengah panik, satu-satunya hal yang dapat saya lakukan   selain menilik Google maps   adalah berdoa untuk kelancaran acara ini.

  Bersambung